Inovasi Dosen Unigoro, Gunakan Limbah Plastik dan Kaca Sebagai Bahan Tambahan Aspal
Inovasi Dosen Unigoro, Gunakan Limbah Plastik dan Kaca Sebagai Bahan Tambahan Aspal

Keterangan Gambar : Alfia Nur Rahmawati, ST., MT., menunjukkan benda uji aspal berbahan limbah plastik HDPE dan kaca.


BOJONEGORO – Alfia Nur Rahmawati, ST., MT., dosen teknik sipil Universitas Bojonegoro (Unigoro), berhasil menguji limbah plastik HDPE dan kaca sebagai bahan tambahan pembuatan aspal. Temuan ini bagian dari penelitian dosen pemula (PDP) yang berjudul Pemanfaatan Limbah Plastik HDPE untuk Aditif Pembuatan Aspal dengan Kombinasi Filler Limbah Kaca sebagai Upaya Mengatasi Masalah Sampah. Penelitian tersebut didanai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Ditjen Diktiristek) melalui Pendanaan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2024.


Beberapa waktu terakhir, Alfia tertarik meriset aspal geo polimer. Kali ini dia meneliti penggunaan limbah plastik HDPE dan kaca sebagai bahan tambahan pembuatan aspal. Keberadaan limbah tersebut yang tidak dikelola dengan baik justru dapat merusak lingkungan. “Apalagi limbah kaca. Kaca kalau sudah pecah, ya sudah tidak bisa dimanfaatkan lagi. Limbah plastik HDPE dan kaca fungsinya untuk flexible pavement (konstruksi pengerasan lentur, Red). Jadi bisa mengurangi bahan aspal yang tidak terbarukan,” terangnya, Selasa (22/10/24).


Alfia bereksperimen membuat benda uji aspal dengan komposisi limbah plastik HDPE dan kaca yang berbeda-beda. Mulai dari dua persen, empat persen, dan enam persen untuk komposisi plastiknya. Serta nol persen, satu persen, dua persen, dan tiga persen untuk komposisi kacanya. Sebelum menentukan formulasi dan komposisi bahan tambahan yang pas, dia akan menghitung kadar aspal optimum (KAO) terlebih dulu. “Setelah beberapa kali uji, ternyata komposisi ideal limbah plastik HDPE untuk bahan tambahan aspal sebanyak empat persen dan enam persen. Dengan tambahan filler limbah kaca sebanyak 0,5 persen. Agar tingkat kestabilan dan tergelincirnya aspal bisa tepat,” paparnya.


Akademisi yang tinggal di Dander melanjutkan, dia menggunakan metode panas untuk memproduksi aspal berbahan limbah plastik HDPE dan kaca. Kedua bahan tersebut dimasak bersama dengan agregat kasar dan agregat halus. Alfia menekankan, limbah plastik yang digunakan harus benar-benar bersih dan digiling terlebih dahulu hingga berukuran tiga milimeter. “Alhamdulillah benda uji aspal ini sudah lolos diuji menggunakan mesin Marshall. Namun untuk diaplikasikan ke masyarakat butuh riset yang lebih lanjut lagi. Misalnya membuat model aspal sepanjang satu meter dulu, apakah bisa stabil,” imbuhnya.

Alfia berharap, ke depan memperbanyak riset yang berkaitan dengan penggunaan bahan limbah untuk mewujudkan bumi lestari. Terlebih, belum banyak penelitian tentang penggunaan limbah spesifik sebagai bahan tambahan pembuatan aspal. (din)



Tulis Komentar

(Tidak ditampilkan dikomentar)