Pelatihan Pembuatan Agens Hayati untuk Pertanian

Petani di Desa Gayam, Mojodelik, Brabowan dan Bonorejo, Kecamatan Gayam belajar membuat Agens Hayati, yang digunakan sebagai pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) pada pertemuan Program Sekolah Lapang Pertanian (SLP), Jum’at (15/2) lalu.

Pelatihan pembuatan Agens Hayati dipandu langsung oleh Karji, petani PPAH (Pos Pelayanan Agens Hayati) dari Desa Bonorejo, yang sudah 10 tahun menggunakan metode tersebut untuk mengendalihan hama.

Ada 99 peserta yang mengikuti pelatihan yang dilaksanakan di Balai Kecamatan Gayam tersebut dan sangat antusias untuk belajar tentang Agens Hayati, khususnya dengan metode jamur Beauveria Bassiana.

Setelah diberikan penjelasan dan materi tentang Beauveria, para petani juga langsung melakukan prakter pembuatan cendawan yang dapat menimbulkan penyakit pada serangga tersebut.

Karji menjelaskan, penggunaan Beauveria dalam pertanian sangat banyak manfaatnya, utamanya karena pembuatannya mudah dan murah, jamur ini dapat menghalau hama tanaman sekaligus membuat tanaman sehat.

“Saya 2009 mulai mengenal dan lalu menggunakan agens hayati, tentu perbedaannya bisa mengirit biaya pertanian, tanaman juga semakin sehat. Kalau semua alami, alam juga sehat dan dapat meningkatkan kesuburan tanah sekaligus menanggulangi hama,” ujar Karji.

Ia juga mengaku sudah tidak lagi menggunakan pestisida kimia untuk pengendalian hama tanaman, semenjak menggunakan Beauveria, hal ini menurutnya dapat mengurangi biaya pertanian yang cukup besar.

Sementara itu, Ketua LPPM Universitas Bojonegoro, Laily Agustina Rachmawati, S.Si., M.Sc., menyebutkan kegiatan pelatihan pembuatan Agens Hayati ini merupakan pertemuan ke-6 dari Program Sekolah Lapang Pertanian, kerjasama ExxonMobil Cepu Limited dan Universitas Bojonegoro di tahun 2019.

Dari 6 pertemuan ini, 3 pertemuan terakhir memang difokuskan untuk membahas alternatif pertanian organik yang diharapkan secara perlahan mampu mengubah perilaku petani untuk mengurangi penggunaan pestisida dan pupuk kimia.

“Di pertemuan ke-6 ini kami memberikan pelatihan terkait pembuatan Agens Hayati dengan jamur Beauveria, kami memang memfokuskan 3 pertemuan terakhir yang membahas alternatif pertanian organik, dengan harapan agar secara perlahan mengubah perilaku petani untuk tidak menggunakan pestisida dan pupuk berbahan kimia,” ujar dosen Fakultas Pertanian Unigoro itu.

Dalam 2 pertemuan sebelumnya, para petani juga diajari tentang teknologi refugia, pembuatan Pupuk Organik Cair (POC) yang langsung dilakukan praktik pembuatannya.

Program SLP sendiri merupakan salah satu Program Pengembangan Masyarakat dari operator lapangan Banyu Urip, ExxonMobil Cepu Limited yang bekerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Bojonegoro, yang bertujuan untuk memberikan pendampingan dan pelatihan kepada para petani, khususnya di 4 desa yakni Gayam, Mojodelik, Bonorejo dan Brabowan, dalam upaya meningkatkan hasil pertanian dan kesejahteraan petani. (hms)

Leave a Reply