BOJONEGORO – Dosen Prodi Ilmu Lingkungan Universitas Bojonegoro (Unigoro), Dr. Laily Agustina R., S.Si., M.Sc., mengungkap mekanisme bioremediasi tanah di kawasan tambang minyak tradisional Wonocolo, Kecamatan Kedewan, bisa menggunakan potensi-potensi lokal. Tahun lalu, dia berhasil mengungkap keberadaan semut-semut dapat mengakumulasi atau menyerap logam berat tanah Wonocolo di dalam tubuh dan sarangnya. Di riset lanjutannya tahun ini, ditemukan mekanisme bioremediasi tanah dengan agen hayati yang ada di sana.
Laily menuturkan, semut menjadi makrofauna tanah yang mendominasi di Wonocolo. Sudah menjadi rahasia umum jika lahan daerah tersebut telah tercemar akibat aktivitas penambangan minyak tradisional. Setelah dipastikan kesesuaian jenis logam berat yang terakumulasi di tubuh dan sarang semut, dengan yang ada di tanah Wonocolo. Dia fokus untuk memvalidasi kemampuan semut dalam mengakumulasi logam berat yang diproyeksikan sebagai remediator alami. “Metode XRF (X-Ray Fluoresence) digunakan untuk menganalisis kandungan logam berat di tubuh semut maupun tanah. Hasilnya dianalisis lagi menggunakan metode PCA (Principal Component Analysis) dan BAF (Bioaccumulation Factor). Kesimpulan pengujian tersebut, kandungan logam berat pada tanah hampir mirip dengan yang terdeteksi pada tubuh semut,” tuturnya.

Pada tanah terdeteksi 12 jenis logam berat. Yakni Al, Ba, Cu, Fe, Mn, Ni, Re, Ti, Zn, Zr, V, dan Sr. Sedangkan pada tubuh semut terdeteksi sepuluh jenis logam berat. Yakni Al, Cu, Fe, Mn, Ni, Re, Ti, Zn, Zr, dan Sr. Laily mengungkapkan, risetnya kali ini menghasilkan temuan menarik karena munculnya jamur yang tumbuh pada media tanah percobaan saat proses observasi semut di laboratorium. “Hal ini memberikan insight baru tentang interaksi semut dengan beragam mikroflora pada ekosistem kawasan tambang minyak tradisional. Kaitannya dengan bioremidiasi tentu butuh penelitian lebih lanjut,” ungkapnya.
Akademisi yang juga menjabat sebagai Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Unigoro ini menambahkan, rencananya jamur tersebut akan diuji DNA-nya untuk mengetahui apakah mikroflora tersebut spesies asli Wonocolo. Jika di riset berikutnya dapat dibuktikan, maka keberadaan jamur tersebut bisa berkontribusi untuk perbaikan lingkungan di sana. “Tanahnya pulih dengan agen bioremediasi asli sana sendiri dan endemik. Apalagi tahun 2026 Kabupaten Bojonegoro mulai penilaian UGGp (Unesco Global Geopark), semoga tidak ada ganjalan untuk memperoleh gelar itu. Karena secara lokal, permasalahan pencemaran tanah sudah selesai dengan memanfaatkan kenakeragaman hayati,” tandas Laily. (din)
