Rektor Unigoro Teliti Kepastian Hukum Perlindungan Konsumen Akibat Iklan Menyesatkan

BOJONEGORO – Rektor Universitas Bojonegoro (Unigoro), Dr. Tri Astuti Handayani, SH., MM., M.Hum., dan Nisa Munisa, SH., MH., dari LKBH Trias Ronando melakukan penelitian tentang kepastian hukum bagi perlindungan konsumen akibat iklan yang menyesatkan. Studi analisis terhadap iklan komersial rokok dan kosmetik. Penelitian ini dipublikasikan oleh Kanwil Kementrian Hukum dan HAM Provinsi Jawa Timur.

Rektor Unigoro menuturkan, berawal dari masifnya promosi produk berupa iklan di media massa memiliki sisi positif dan negatif. Sisi positifnya, masyarakat sebagai konsumen bisa mendapatkan informasi dan bebas memilih barang sesuai keinginan. Sedangkan sisi negatifnya, iklan-iklan tersebut berpotensi menyesatkan. “Kedudukan pelaku usaha dan konsumen jadi tidak seimbang. Konsumen hanya jadi objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan. Tentu hal ini bisa merugikan konsumen. Contohnya di iklan komersial rokok dan kosmetik,” tuturnya pada Rabu (20/3/24).

Advokat yang akrab disapan Nanin ini melanjutkan, iklan yang menyesatkan berisi suatu informasi pesan di media massa untuk mendorong dan membujuk khalayak tentang suatu barang atau jasa yang ditawarkan. Sayangnya, pesan yang disampaikan belum diketahui kebenarannya. Ada dua bentuk perlindungan hukum yang dapat dilakukan oleh konsumen. Yakni penyelesaian di luar pengadilan atau non litigasi, serta penyelesaian sengketa melalui pengadilan atau litigasi. “Pasal 47 Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK) mengatur untuk penyelesaian non litigasi. Bisa dengan perdamaian atau melalui BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen). Sedangkan untuk penyelesaian litigasi tentu melalui pengadilan. Dengan cara mengajukan gugatan atas pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha,’’ jelasnya.

Rektor Unigoro mengungkapkan, pelaku usaha yang terbukti sengaja memproduksi iklan menyesatkan bisa dikenakan sanksi administratif berupa ganti rugi, pidana pokok, dan pidana tambahan. “Pengiklan, perusahaan periklanan atau advertising, dan media massa juga harus bertanggung jawab. Nah bentuk tanggung jawabnya tergantung pada bobot keterlibatannya,” ungkapnya.

Nanin menyarankan perlu adanya kerja sama antara konsumen, pelaku usaha, lembaga-lembaga konsumen, dan pemerintah agar UUPK dapat diterapkan dengan baik sesuai dengan tujuannya. Sehingga tidak ada pihak yang dirugikan akibat iklan yang menyesatkan. (din)